Dewasa ini Indonesia sedang dihadapkan pada masalah persampahan yang makin bertambah jumlahnya sementara daya tampung TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) terbatas jumlahnya. Hal ini tidak dapat dihindari mengingat sampah akan selalu ada selama manusia masih terus berproduksi karena secara definisi sampah merupakan semua zat (benda) yg sudah tidak terpakai lagi yang berasal dari rumah-rumah maupun proses industri. Ketidakseimbangan antara jumlahnya yang terus meningkat dengan daya tampung di TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) ini akan selalu menjadi masalah sampai kapanpun dengan pembuangan sampah sistem Open Dumping seperti yang diterapkan saat ini. Saat daya tampung di TPA sudah maksimal atau overload maka akan timbul dampak pada mayarakat di sekitar TPA itu sendiri. Karena itu perlu dipikirkan upaya untuk mengurangi volume sampah di lingkungan, salah satu caranya adalah dengan Bank Sampah.
Pada tanggal 23 Juni 2015 Presiden
menggelar rapat untuk membahas khusus mengenai sampah. Menurut Menteri
Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Indonesia sudah darurat sampah sehingga Presiden
menganggap penting pengelolaan sampah secara nasional. Menteri menjelaskan,
ternyata hampir semua regulasi di tingkat pusat maupun daerah tak bisa
menangani masalah sampah. Akibatnya, banyak kesulitan dan hambatan ketika
pemerintah ingin membereskan persoalan sampah.
Menteri
menjelaskan secara sederhana keinginan pemerintah dalam tata kelola sampah,
misalnya, melibatkan perusahaan swasta atau partisipasi masyarakat agar dapat
menjadi sumber ekonomi. Namun, harus lebih dahulu dirumuskan tahapan-tahapan
pengelolaan sampah dari hulu atau dari sumbernya. Misalnya, sampah rumah tangga
yang harus dipilah-pilah, lalu diangkut ke tempat pengolahan atau pembuangan. Persoalan
sampah ini diurai dulu, di mana masyarakat terlibat, di mana dunia usaha
tertarik untuk masuk, dan di mana Pemda betul-betul berperan. (Sumber : Viva News.com)
Selain
menimbulkan masalah lingkungan sebenarnya sampah juga menimbulkan masalah
kesehatan di mana dengan makin meningkatnya jumlah sampah di lingkungan kita
akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Kesehatan
masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan selain oleh perilaku
masyarakat, genetik serta faktor pelayanan kesehatan. Masalah kesehatan yang
diakibatkan oleh sampah di antaranya adalah adanya patogen di dalam limbah
padat seperti bakteri Salmonella, Clostridia, Escherichia Coli, Rotavirus,
virus hepatitis serta cacing dan ptotozoa. Kuman penyakit dapat berkembang biak
dalam materi limbah padat tersebut sehingga rentan menimbulkan penyakit seperti
diare dengan dehidrasi, kolera, disentri, thypus, penyakit hepatitis serta
kecacingan. Hal ini diperburuk oleh kebiasaan masyarakat yang masih BAB di
sungai. Di musim
penghujan tingkat pertumbuhan kuman dan risiko penyakit yang ditimbulkan dari
sampah biasanya meningkat. Kuman yang seharusnya bisa mati oleh sinar matahari,
di musim penghujan tidak mati, justru terbawa air hujan hingga ke sungai, dan
selokan. Warga yang tinggal di hilir sungai harus lebih waspada karena di
situlah segala bakteri dan virus berkumpul.
Demikian pula dengan
beberapa vektor penyakit yang biasa hidup di sampah seperti tikus, lalat, nyamuk,
pinjal dan tungau. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit penting di
Indonesia adalah dari genus Culex (penyebab penyakit filariasis), Anopheles
(penyebab penyakit malaria) dan Aedes (penyebab penyakit demam berdarah). Lalat
yang biasa menjadi vektor adalah Musca domestica dengan membawa berbagai jenis
kuman seperti Vibrio cholerae yang menyebabkan penyakit kolera. Tikus yang
bersarang di tempat sampah juga dapat menjadi penyebar penyakit pes. Penyakit
pes disebabkan oleh bakteri Pasteurella pestis yang hidup di pinjal Xeopsylla
cheopsis. Pinjal tersebut hidup dipermukaan tubuh tikus dengan menghisap
darahnya. Sementara itu kucing dan anjing liar yang mengais-ngais makanan di
tempat-tempat penampungan sampah juga dapat menjadi penyebar penyakit
toxoplasmosis dan cacing. Dari penjelasan tersebut menjadi jelas bahwa dengan
mengatasi masalah sampah berarti kita telah memutus mata rantai penyakit
sehingga dapat meningkatkan kesehatan
masyarakat di wilayah tersebut.
Selama ini cara yang banyak
dilakukan oleh pemerintah untuk menangani sampah yaitu dengan mengumpulkan
sampah di TPSA kemudian ditimbun tanah atau dikenal dengan teknik Sanitary
Landfill. Bagi sampah organik cara ini sangat efekif karena sampah organik akan
cepat membusuk dan cepat terurai. Namun bagi sampah anorganik seperti plastik,
kaca, logam dan kertas cara tersebut kurang efektif karena sampah anorganik
tidak akan cepat terurai di dalam tanah meskipun sampai puluhan bahkan ratusan
tahun. Jika sampah anorganik terus ditimbun maka lama kelamaan tanah akan penuh
dengan plastik, kaca, logam dan kertas.
Perlu adanya penanganan khusus untuk
mengelola sampah anorganik karena sifatnya yang sulit terurai. Sejak tahun 2008
di Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah dibentuk badan
usaha yang mengelola sampah yang dinamakan Bank Sampah. Bantul adalah daerah
yang pertama kali mempunyai ide cemerlang mendirikan Bank Sampah di Indonesia.
Bank sampah berupaya memberdayakan masyarakat secara mandiri untuk dapat
mengelola sampahnya agar tidak mencemari lingkungan dan lebih bermanfaat.
Masyarakat dididik agar terbiasa memilah sampah yang mereka hasilkan setiap
hari. Sampah yang telah dikelompokkan berdasarkan jenisnya kemudian disetorkan
ke Bank Sampah sebagai tabungan. Tabungan yang disetorkan ke Bank Sampah berupa
sampah anorganik dari hasil pemilahanan sampah di rumah masing-masing. Tabungan
tersebut sewaktu-waktu bisa diwujudkan uang jika nasabah menginginkannya. Uang
yang mereka dapatkan bisa dijadikan pendapatan tambahan bagi nasabah untuk
berbelanja sehari-hari. Dengan demikian Bank Sampah dapat membantu meningkatkan
perekonomian masyarakat.
Di dalam Bank Sampah terdapat banyak
divisi di antaranya divisi pemasaran, divisi produksi, divisi simpan pinjam
serta pemberdayaan masyarakat. Divisi pemberdayaan masyarakat bertanggung jawab
untuk membuat program yang berbasis pemberdayaan masyarakat (Publik
Empowering). Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
masyarakat juga untuk mempromosikan Bank Sampah agar lebih didukung dan dikenal
oleh masyarakat. Salah satu bentuk kegiatannya adalah dengan Pelatihan Daur
Ulang untuk masyarakat. Dengan Pelatihan Daur Ulang ini maka masyarakat dapat
memanfaatkan sampah anorganik untuk dirubah menjadi barang baru yang bernilai
ekonomis sehingga dapat menambah penghasilan anggota masyarakat tersebut.
Kegiatan lainnya adalah pelatihan cara pengelolaan sampah rumah tangga yang ramah
lingkungan seperti Pelatihan Pembuatan Kompos dan sebagainya.
Setiap orang dapat menjadi nasabah
Bank Sampah dengan cara membuka rekening baru. Ada 2 cara menabung di Bank
Sampah yaitu nasabah datang langsung ke Bank Sampah atau
petugas mengambil setoran sampah ke tempat nasabah secara berkala atau disebut
juga Bank Sampah Keliling (Bank Sampling). Bank Sampling ini menggunakan
kendaraan pick up atau kendaraan operasional Tossa berkeliling setiap hari
dengan memiliki rute tertentu menurut pembagian jadwal wilayah. Adapun alur
penyetoran tabungan di bank sampah adalah : nasabah menyetorkan sampah yang
sudah dipilah dan membawa buku tabungan, sampah ditimbang oleh petugas
(teller), hasil setoran sampah dicatat dalam buku tabungan selanjutnya buku
tabungan dibawa kembali oleh nasabah. Prosesnya sama seperti menabung di bank
konvensional pada umumnya hanya tabungan yang disetorkan oleh nasabah berupa
sampah anorganik yang sudah dipilah.
Tujuan Bank Sampah
adalah mendidik masyarakat agar terbiasa menjaga kebersihan lingkungan serta
mampu mengelola sampah secara benar dan tepat, menjadikan sampah agar bernilai
ekonomis dan memanfaatkan kembali sampah menjadi kerajinan tangan (handy craft).
Sedangkan manfaat Bank Sampah adalah terwujudnya lingkungan yang bersih dan
sehat, memberi penghasilan bagi masyarakat dan menghasilkan produk kerajinan
tangan yang bernilai jual.
Untuk pengelolaan
sampah rumah tangga yang lebih baik dan berkelanjutan kita harus atasi masalah
sampah dari hulu yaitu yaitu rumah tangga kita masing-masing. Kita harus merubah
paradigma masyarakat mengenai sampah bahwa sampah bukan hanya tanggung jawab
pemerintah namun diperlukan peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaannya.
Sampah bukan hanya material sisa yang menimbulkan masalah bagi kelestarian
lingkungan dan kesehatan masyarakat namun apabila dikelola dengan baik dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat dan juga dapat memberdayakan masyarakat
lewat program Bank Sampah. Karena itu marilah kita biasakan memilah sampah
menjadi sampah organik dan anorganik, mengkompos sampah organik dari rumah
masing-masing, melakukan daur ulang sampah anorganik serta aktif dalam program
Bank Sampah di lingkungan kita. Untuk terwujudnya Indonesia Bebas Sampah 2020
dan lingkungan yang bersih, hijau, lestari dan SEHAT. (Artikel ini saya tulis untuk memperingati Hari Peduli Sampah Nasional 2016 dan Aksi Bersama Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020)
Ketua
Gerakan Hidup Bersih dan Sehat
Dr.
Bintari Wuryaningsih, SE