Thursday 11 February 2016

BANK SAMPAH SEBAGAI SOLUSI MENGATASI MASALAH PERSAMPAHAN DI INDONESIA


            Dewasa ini Indonesia sedang dihadapkan pada masalah persampahan yang makin bertambah jumlahnya sementara daya tampung TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) terbatas jumlahnya.  Hal ini tidak dapat dihindari mengingat sampah akan selalu ada selama manusia masih terus berproduksi karena secara definisi sampah merupakan semua zat (benda) yg sudah tidak terpakai lagi yang berasal dari rumah-rumah maupun proses industri. Ketidakseimbangan antara jumlahnya yang terus meningkat dengan daya tampung di TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) ini akan selalu menjadi masalah sampai kapanpun dengan pembuangan sampah sistem Open Dumping seperti yang diterapkan saat ini. Saat daya tampung di TPA sudah maksimal atau overload maka akan timbul dampak pada mayarakat di sekitar TPA itu sendiri. Karena itu perlu dipikirkan upaya untuk mengurangi volume sampah di lingkungan, salah satu caranya adalah dengan Bank Sampah.
            Pada tanggal 23 Juni 2015 Presiden menggelar rapat untuk membahas khusus mengenai sampah. Menurut Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Indonesia sudah darurat sampah sehingga Presiden menganggap penting pengelolaan sampah secara nasional. Menteri menjelaskan, ternyata hampir semua regulasi di tingkat pusat maupun daerah tak bisa menangani masalah sampah. Akibatnya, banyak kesulitan dan hambatan ketika pemerintah ingin membereskan persoalan sampah.
Menteri menjelaskan secara sederhana keinginan pemerintah dalam tata kelola sampah, misalnya, melibatkan perusahaan swasta atau partisipasi masyarakat agar dapat menjadi sumber ekonomi. Namun, harus lebih dahulu dirumuskan tahapan-tahapan pengelolaan sampah dari hulu atau dari sumbernya. Misalnya, sampah rumah tangga yang harus dipilah-pilah, lalu diangkut ke tempat pengolahan atau pembuangan. Persoalan sampah ini diurai dulu, di mana masyarakat terlibat, di mana dunia usaha tertarik untuk masuk, dan di mana Pemda betul-betul berperan.  (Sumber : Viva News.com)
Selain menimbulkan masalah lingkungan sebenarnya sampah juga menimbulkan masalah kesehatan di mana dengan makin meningkatnya jumlah sampah di lingkungan kita akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan selain oleh perilaku masyarakat, genetik serta faktor pelayanan kesehatan. Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh sampah di antaranya adalah adanya patogen di dalam limbah padat seperti bakteri Salmonella, Clostridia, Escherichia Coli, Rotavirus, virus hepatitis serta cacing dan ptotozoa. Kuman penyakit dapat berkembang biak dalam materi limbah padat tersebut sehingga rentan menimbulkan penyakit seperti diare dengan dehidrasi, kolera, disentri, thypus, penyakit hepatitis serta kecacingan. Hal ini diperburuk oleh kebiasaan masyarakat yang masih BAB di sungai. Di musim penghujan tingkat pertumbuhan kuman dan risiko penyakit yang ditimbulkan dari sampah biasanya meningkat. Kuman yang seharusnya bisa mati oleh sinar matahari, di musim penghujan tidak mati, justru terbawa air hujan hingga ke sungai, dan selokan. Warga yang tinggal di hilir sungai harus lebih waspada karena di situlah segala bakteri dan virus berkumpul.
Demikian pula dengan beberapa vektor penyakit yang biasa hidup di sampah seperti tikus, lalat, nyamuk, pinjal dan tungau. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit penting di Indonesia adalah dari genus Culex (penyebab penyakit filariasis), Anopheles (penyebab penyakit malaria) dan Aedes (penyebab penyakit demam berdarah). Lalat yang biasa menjadi vektor adalah Musca domestica dengan membawa berbagai jenis kuman seperti Vibrio cholerae yang menyebabkan penyakit kolera. Tikus yang bersarang di tempat sampah juga dapat menjadi penyebar penyakit pes. Penyakit pes disebabkan oleh bakteri Pasteurella pestis yang hidup di pinjal Xeopsylla cheopsis. Pinjal tersebut hidup dipermukaan tubuh tikus dengan menghisap darahnya. Sementara itu kucing dan anjing liar yang mengais-ngais makanan di tempat-tempat penampungan sampah juga dapat menjadi penyebar penyakit toxoplasmosis dan cacing. Dari penjelasan tersebut menjadi jelas bahwa dengan mengatasi masalah sampah berarti kita telah memutus mata rantai penyakit sehingga dapat  meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.
Selama ini cara yang banyak dilakukan oleh pemerintah untuk menangani sampah yaitu dengan mengumpulkan sampah di TPSA kemudian ditimbun tanah atau dikenal dengan teknik Sanitary Landfill. Bagi sampah organik cara ini sangat efekif karena sampah organik akan cepat membusuk dan cepat terurai. Namun bagi sampah anorganik seperti plastik, kaca, logam dan kertas cara tersebut kurang efektif karena sampah anorganik tidak akan cepat terurai di dalam tanah meskipun sampai puluhan bahkan ratusan tahun. Jika sampah anorganik terus ditimbun maka lama kelamaan tanah akan penuh dengan plastik, kaca, logam dan kertas.
Perlu adanya penanganan khusus untuk mengelola sampah anorganik karena sifatnya yang sulit terurai. Sejak tahun 2008 di Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah dibentuk badan usaha yang mengelola sampah yang dinamakan Bank Sampah. Bantul adalah daerah yang pertama kali mempunyai ide cemerlang mendirikan Bank Sampah di Indonesia. Bank sampah berupaya memberdayakan masyarakat secara mandiri untuk dapat mengelola sampahnya agar tidak mencemari lingkungan dan lebih bermanfaat. Masyarakat dididik agar terbiasa memilah sampah yang mereka hasilkan setiap hari. Sampah yang telah dikelompokkan berdasarkan jenisnya kemudian disetorkan ke Bank Sampah sebagai tabungan. Tabungan yang disetorkan ke Bank Sampah berupa sampah anorganik dari hasil pemilahanan sampah di rumah masing-masing. Tabungan tersebut sewaktu-waktu bisa diwujudkan uang jika nasabah menginginkannya. Uang yang mereka dapatkan bisa dijadikan pendapatan tambahan bagi nasabah untuk berbelanja sehari-hari. Dengan demikian Bank Sampah dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Di dalam Bank Sampah terdapat banyak divisi di antaranya divisi pemasaran, divisi produksi, divisi simpan pinjam serta pemberdayaan masyarakat. Divisi pemberdayaan masyarakat bertanggung jawab untuk membuat program yang berbasis pemberdayaan masyarakat (Publik Empowering). Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat juga untuk mempromosikan Bank Sampah agar lebih didukung dan dikenal oleh masyarakat. Salah satu bentuk kegiatannya adalah dengan Pelatihan Daur Ulang untuk masyarakat. Dengan Pelatihan Daur Ulang ini maka masyarakat dapat memanfaatkan sampah anorganik untuk dirubah menjadi barang baru yang bernilai ekonomis sehingga dapat menambah penghasilan anggota masyarakat tersebut. Kegiatan lainnya adalah pelatihan cara pengelolaan sampah rumah tangga yang ramah lingkungan seperti Pelatihan Pembuatan Kompos dan sebagainya.
Setiap orang dapat menjadi nasabah Bank Sampah dengan cara membuka rekening baru. Ada 2 cara menabung di Bank Sampah yaitu nasabah datang langsung ke Bank Sampah atau petugas mengambil setoran sampah ke tempat nasabah secara berkala atau disebut juga Bank Sampah Keliling (Bank Sampling). Bank Sampling ini menggunakan kendaraan pick up atau kendaraan operasional Tossa berkeliling setiap hari dengan memiliki rute tertentu menurut pembagian jadwal wilayah. Adapun alur penyetoran tabungan di bank sampah adalah : nasabah menyetorkan sampah yang sudah dipilah dan membawa buku tabungan, sampah ditimbang oleh petugas (teller), hasil setoran sampah dicatat dalam buku tabungan selanjutnya buku tabungan dibawa kembali oleh nasabah. Prosesnya sama seperti menabung di bank konvensional pada umumnya hanya tabungan yang disetorkan oleh nasabah berupa sampah anorganik yang sudah dipilah.
Tujuan Bank Sampah adalah mendidik masyarakat agar terbiasa menjaga kebersihan lingkungan serta mampu mengelola sampah secara benar dan tepat, menjadikan sampah agar bernilai ekonomis dan memanfaatkan kembali sampah menjadi kerajinan tangan (handy craft). Sedangkan manfaat Bank Sampah adalah terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat, memberi penghasilan bagi masyarakat dan menghasilkan produk kerajinan tangan yang bernilai jual.
Untuk pengelolaan sampah rumah tangga yang lebih baik dan berkelanjutan kita harus atasi masalah sampah dari hulu yaitu yaitu rumah tangga kita masing-masing. Kita harus merubah paradigma masyarakat mengenai sampah bahwa sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun diperlukan peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaannya. Sampah bukan hanya material sisa yang menimbulkan masalah bagi kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat namun apabila dikelola dengan baik dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan juga dapat memberdayakan masyarakat lewat program Bank Sampah. Karena itu marilah kita biasakan memilah sampah menjadi sampah organik dan anorganik, mengkompos sampah organik dari rumah masing-masing, melakukan daur ulang sampah anorganik serta aktif dalam program Bank Sampah di lingkungan kita. Untuk terwujudnya Indonesia Bebas Sampah 2020 dan lingkungan yang bersih, hijau, lestari dan SEHAT.  (Artikel ini saya tulis untuk memperingati Hari Peduli Sampah Nasional 2016 dan Aksi Bersama Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020)


Ketua Gerakan Hidup Bersih dan Sehat


Dr. Bintari Wuryaningsih, SE


           
           

Friday 30 October 2015

MENYELESAIKAN MASALAH ASAP DENGAN PARADIGMA SEHAT




            Masalah bencana kabut asap selalu terjadi dari tahun ke tahun selama 18 tahun terakhir ini. Anehnya kejadian itu selalu berulang dan terus berulang dari satu tahun ke tahun berikutnya. Kabut asap tidak hanya dirasakan oleh warga negara yang tinggal di wilayah NKRI namun dampaknya juga dirasakan oleh warga yang tinggal bertetangga dengan wilayah NKRI seperti Malaysia dan Singapura. Di film Upin Ipin produksi Malaysia yang setiap hari ditonton anak-anak kita ada istilah “Jerebu” yang kalau dicermati itu sebenarnya merupakan tamparan bagi kita. Anak-anak kecil di Malaysia saja tahu urusan kabut asap, mereka pasti bertanya kepada Cikgu dan orang tuanya di rumah darimana asal kabut asap tersebut ? Jawabannya adalah salah satunya dari pembakaran hutan dan lahan. Setiap hari di layar televisi kita disuguhi pemandangan asap putih yang menyelimuti lingkungan tempat tinggal masyarakat, gambar masyarakat mengenakan masker di mana-mana dan yang paling membuat hati kita miris setiap hari ada saja korban asap yang berjatuhan dari penduduk baik orang dewasa terutama anak-anak.
            Dampak kabut asap sangatlah menyengsarakan masyarakat terutama dari segi kesehatan. Bagi masyarakat yang terdampak sangatlah tidak mengenakkan. Penulis kebetulan pernah merasakan dampaknya saat masih bertugas di Kalsel sebagai Dokter PTT tahun 2005-2007. Saat  dihirup udara pernafasan terasa panas dan menyesakkan, di dada, hidung dan tenggorokan terasa sakit dan mata berair. Jarak pandang saat itu tinggal 20m, di seberang sana hanya nampak lampu kendaraan berwarna kuning diselimuti asap putih, wujud kendaraan di seberang sudah tidak nampak. Perjalanan ke kota yang seharusnya hanya 1 jam molor menjadi 2 jam karena kendaraan tidak bisa berjalan cepat khawatir bertabrakan dengan kendaraan lain. Saat itu saya berfikir inilah yang dinamakan kabut asap dan inilah yang sering dialami penduduk di wilayah lain yang sering terdampak kabut asap.
Dampak kabut asap yang lain sangatlah merugikan. Dunia penerbangan terutama karena menyebabkan jarak pandang terbatas maka sangatlah riskan menerbangkan pesawat dalam kondisi yang demikian. Transportasi masyarakat juga terganggu, pendeknya jarak pandang membuat masyarakat enggan bepergian ke luar rumah karena kendaraannya tidak dapat melaju cepat khawatir bertabrakan dengan kendaraan di depannya.
Kabut asap juga berdampak terhadap dunia pendidikan. Kondisi udara yang tidak sehat apalagi berbahaya menyebabkan pemerintah meliburkan sekolah yang ada di lingkungan terdampak kabut asap. Anak-anak tidak bisa bersekolah selama jangka waktu yang belum dapat ditentukan. Kabut asap telah mengganggu proses belajar mengajar dan ini dapat berdampak pada kualitas SDM kita di masa datang. Anak-anak tidak bisa lagi bermain bebas ke luar rumah, banyak orang mengeluh tidak bisa melihat indahnya sinar mentari pagi.
Dampaknya terhadap lingkungan apalagi. Karena kebakaran hutan ini banyak spesies hewan maupun tumbuh-tumbuhan musnah dan menjadi semakin langka. Contohnya orang utan, gajah sumatera, harimau sumatera, beruang madu dan aneka tumbuhan yang tidak sempat melarikan diri saat bencana kebakaran hutan dan lahan terjadi. Wilayah Indonesia merupakan kawasan hutan hujan tropis yang seharusnya kita pelihara dengan baik. Hutan tropis di Indonesia adalah paru-paru dunia, posisinya sangat strategis dalam menjaga iklim di dunia. Dapat dibayangkan bila hutan tropis ini rusak bagaimana kelangsungan hidup umat manusia di seluruh dunia.
Penyebab kabut asap adalah adanya kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau. Kejadian ini selalu berulang dan berulang dari tahun ke tahun yang berbeda hanyalah jumlah titik apinya yang berubah setiap waktu dari tahun ke tahun. Intinya adalah kebakaran hutan dan lahan merupakan penyebab bencana kabut asap di Indonesia. Mengapa bisa terjadi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ? Selain masalah topografis Indonesia berada di lahan gambut juga karena kelalaian manusia. Kenapa disebut kelalaian manusia ? Karena manusia berlebihan dalam memanfaatkan sumber daya alam hingga di luar ambang batas kemampuan alam untuk menjaga keseimbangannya. Keseimbangan alam harus kita jaga. Kita tidak boleh mengeksploitasi SDA secara berlebihan sehingga terganggu keseimbangannya. Bila sudah melebihi ambang batas maka tunggu saja bencana demi bencana akan silih berganti terjadi di negara kita padahal itu sebenarnya bisa kita cegah!
Naluri alamiah manusia adalah bisa memenuhi kebutuhannya dengan cara mengolah SDA namun hal tersebut menjadi berbahaya saat naluri manusia berubah menjadi tamak dan rakus ingin mendapatkan hasil yang sebanyak-banyaknya dari hasil pengolahan SDA tersebut. Ini harus kita cegah, banyak lembaga dan LSM lingkungan seperti WALHI sudah menyerukan tentang adanya kerusakan alam di seluruh Indonesia terutama yang akibat ulah tangan manusia. Bila nafsu serakah ini sulit dikendalikan maka aneka himbauan ini menjadi tidak bermakna lagi. Etika bisnis pun ditinggalkan yang penting bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan kerugian dan kesengaraan orang lain. Itu adalah tugas pemerintah untuk memberi regulasi bagaimana cara mencegah terjadinya pelanggaran etika bisnis oleh para pengusaha. Juga dengan perangkat hukum seharusnya bisa memberi efek jera bagi para pengusaha yang mengakibatkan kerusakan alam.
Bukankah aturan hukumnya sudah jelas ?  Ada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di situ disebutkan bahwa lingkungan hidup yang sehat merupakan hak setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan bahwa pembangunan ekonomi  nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tinggal bagaimana penegakan hukumnya yang harus dipertegas lagi!
Pembangunan ekonomi di Indonesia hendaknya berpedoman pada Pembangun Berkelanjutan (Sustainable Development). Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (Sumber Wikipedia). Pembangunan yang sekarang sedang marak adalah pembangunan yang hanya bersifat sementara. Dengan tuntutan globalisasi, Indonesia mengikuti perkembangan jaman tanpa melihat prospek kedepan. Perkembangan masyarakat yang serba instan dan asal jadi, budaya konsumtif telah mendarah daging pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Sedang sebenarnya, hakikat pembangunan adalah pembangunan yang berkelanjutan yang tidak parsial, instan dan pembangunan kulit. Maka, dengan adanya konsep Sustainable Development yang kemudian disebut SD akan berusaha memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkungan alam demi masa depan, generasi yang akan datang (Nurdiana Rafsanjani)
Bagi para pengusaha harus dijaga etika dalam berbisnis. Dalam melakukan usaha harus diupayakan mendapatkan keuntungan “tanpa” merugikan pihak lain. Bukankah kita ingin usaha kita berkelanjutan (sustainable) hingga bisa diwariskan ke anak cucu ? Para  pengusaha bisa membuat produk yang ramah lingkungan (Eco Friendly) artinya dalam proses produksinya dari hulu hingga ke hilir selalu memperhatikan masalah kelestarian alam mungkin itu salah satu solusinya.
Berbicara masalah paradigma sehat definisinya adalah cara pandang  atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan  melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas  sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan  terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit. Untuk itu  diterapkan  konsep hidup sehat H.L Blum. Yakni  derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi  faktor lingkungan, gaya hidup, pelayanan kesehatan  dan faktor genetik. Dengan tujuan  mencapai derajat sehat yang optimal, sehingga perlu adanya suatu indikator untuk menilai derajat kesehatan masyarakat,   yang telah dirumuskan dalam keputusan menteri kesehatan Nomor 1202/ MENKES/SK/VIII/2003.
Dalam definisi tersebut disebutkan bahwa faktor  lingkungan turut mempengaruhi kesehatan manusia. Jika lingkungan hidup tercemar maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat di wilayah itu. Upaya–upaya dalam mengatasi masalah kesehatan tidak hanya dengan kuratif (mengobati) namun juga perlu tindakan promotif dan preventif (pencegahan). Program kesehatan yang menekankan upaya kuratif adalah merupakan “Health program for survival”, sedangkan yang menekankan pada upaya promotif dan preventif merupakan “Health Program for human development”. Paradigma sehat dicanangkan Depkes pada tanggal 15 September 1998.
Bila hal ini diterapkan dalam penanggulangan asap maka selain kuratif (upaya memadamkan asap oleh pemerintah dan jajarannya) perlu upaya preventif dan promotif. Upaya promotif dan preventif yang dapat dilakukan pemerintah dapat berupa sosialisasi UU Ada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kepada para pengusaha. Mungkin selama ini ada di antara mereka yang belum mengetahui UU tersebut dan tidak  mengetahui kalau membuka lahan bisa dilakukan tanpa membakar tapi bisa dengan mekanisasi ? Juga perlu sosialisasi cara mengolah lahan tanpa membakar oleh Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) dan pihak-pihak terkait. Dapat diterapkan reward dan punishment kepada para pengusaha.
 Bila selama  ini punishment belum terlalu efektif diberlakukan maka perlu dilakukan hal sebaliknya. Untuk pengusaha yang telah menerapkan Eco Friendly dalam proses produksinya harus kita berikan reward (penghargaan) dan diumumkan di media massa nasional. Bila dapat mempertahankan reward tersebut dalam waktu bbrp tahun maka akan mendapat reward yang lebih besar. Dengan hal tersebut maka para pengusaha akan terpacu untuk melakukan upaya-upaya untuk penyelamatan lingkungan. Upaya penanggulangan kebakaran lahan harus dilakukan oleh perusahaan itu sendiri. Perangkat pemadam kebakaran dan kampanye penanggulangan kebakaran lahan harus diterapkan kepada semua perusahaan. Bagi para pengusaha yang wilayah konsesinya tidak terbakar selama 3 tahun  berturut-turut akan mendapat reward sebagai perusahaan dengan pengelolaan lingkungan yang baik, hal ini merupakan tugas dan kewenangan Kenetrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Juga dapat diberikan insentif untuk para pengusaha dalam berbagai bentuk. Jadi terdapat kemitraan antara pemerintah dan para CEO Perusahaan  untuk menyelamatkan lingkungan. Bila ingin usahanya langgeng di negeri ini maka para CEO Perusahaan harus mengikuti aturan tersebut.
Demikian pula untuk masyarakat yang tinggal di sekitar hutan harus diajarkan untuk menjaga kelestarian hutan. Bila kesadaran masyarakat rendah saat ada orang menyuruh untuk membakar lahan dg tujuan tertentu maka mereka akan dengan senang hati melakukannya karena ada imbalan yang diterima. Dengan melestarikan hutan maka akan berdampak baik pada mata pencaharian penduduk dan lingkungan tempat tinggalnya.
Upaya penanggulangan kebakaran lahan tidak cukup hanya dengan melakukan pemadaman. Bila itu dilakukan setiap tahun dan terus menerus maka berapa biaya  yang harus ditanggung pemerintah ? Energi pemerintah akan cepat habis untuk mengatasi bencana yang seharusnya bisa dicegah. Mudah-mudahan hal ini dapat menjadi sedikit sumbangsih dalam menyelesaikan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Dan semoga Tuhan selalu melindungi dan memberi kemudahan bagi hambanya yang selalu menjaga kelestarian alam. Aamiin YRA..

Founder  Gerakan Hidup Bersih dan Sehat


dr. Bintari Wuryaningsih, SE


Monday 21 September 2015

DOKUMENTASI KEGIATAN KOMUNITAS GERAKAN HIDUP BERSIH DAN SEHAT



Kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan GHBS dan dokumentasinya :
1.       Memberikan edukasi tentang pentingnya cuci tangan dan membuang sampah yang benar dengan sasaran anak usia PAUD, TK, SD, Pondok Pesantren, Ibu-ibu PKK dan pengajian di wilayah Banyuwangi dan sekitarnya. 








2.       Ikut mendukung program MDS lewat sosialisasi pengolahan sampah yang baik di lingkungan sekitar kepada Ibu-ibu Dasawisma wilayah Banyuwangi dan sekitarnya juga kepada Bapak-bapak Tukang Becak di Kelurahan Tamanbaru





3.       Talkshow di radio tentang Manfaat Bank Sampah saat Peringatan Hari Sampah Nasional 2014 dan 2015.


4.       dr. Bintari Wuryaningsih selaku pendiri dan pelopor Komunitas GHBS telah menjadi provider program Berobat Membayar Sampah bekerja sama dengan Bank Sampah Banyuwangi.




5.       Menyelenggarakan Workshop Daur Ulang Sampah menjadi barang-barang yang berguna untuk Ibu-ibu PKK di wilayah kelurahan Tamanbaru.



6.       Menggelar sosialiasasi mengenai pembiasaan hidup bersih dan sehat yang dikemas dengan cara yang menarik seperti demo cuci tangan bersama Dokter Kecil wilayah Banyuwangi, menggelar operet PHBS dengan mendatangkan artis cilik dari Yogya.






7.       dr. Bintari juga menjadi Narasumber dalam Seminar Recycle dengan tema “Mewujudkan Lingkungan yang Bersih dan Sehat dengan Daur Ulang Sampah” di STIKOM PGRI Banyuwangi.



8.       Untuk memperingati HUT GHBS yang pertama dan sekaligus peringatan hari Kartini  GHBS menggelar Pameran IKM serta Demo Memasak Makanan Sehat Bekal Anak Sekolah. Demo masak ini bertujuan memberikan informasi kepada orang tua murid dan guru-guru mengenai pentingnya memberikan bekal sekolah yang sehat dan bergizi tinggi beserta cara mengolahnya dengan cara yang menarik bagi anak dan keluarga. Demo Masak ini  dipandu oleh Chef Reza dari Hotel Santika Banyuwangi